Monday, January 12, 2015
Sepenggal Kisah Dari Al Azhar Cairo
๐Sepenggal kisah dari Al-Azhar Cairo ๐
๐ฟ๐ฟ๐ฟ๐ฟ
๐Seorang Syekh yang alim lagi berjalan-jalan santai bersama
salah seorang di antara murid-muridnya di sebuah taman.
Di tengah-tengah asyik berjalan sambil bercerita, keduanya
melihat sepasang sepatu yang sudah usang lagi lusuh. Mereka berdua yakin kalau itu adalah sepatu milik pekerja kebun yang
bertugas di sana, yang sebentar lagi akan segera menyelesaikan pekerjaannya.
๐ฆSang murid melihat kepada syekhnya sambil berujar:
“Bagaimana kalau kita candai tukang kebun ini dengan menyembunyikan sepatunya, kemudian kita bersembunyi di
belakang pohon-pohon? Nanti ketika dia datang untuk memakai sepatunya kembali, ia akan kehilangannya. Kita lihat bagaimana dia kaget dan cemas!”
๐ณSyekh yang alim dan bijak itu menjawab:
“Ananda, tidak
pantas kita menghibur diri dengan mengorbankan orang
miskin. Kamu kan seorang yang kaya, dan kamu bisa saja
menambah kebahagiaan untuk dirinya. Sekarang kamu coba
memasukkan beberapa lembar uang kertas ke dalam sepatunya, kemudian kamu saksikan bagaimana respon dari tukang kebun miskin itu”.
๐ฆSang murid sangat takjub dengan usulan gurunya. Dia
langsung saja berjalan dan memasukkan beberapa lembar uang
ke dalam sepatu tukang kebun itu. Setelah itu ia bersembunyi
di balik semak-semak bersama gurunya sambil mengintip apa
yang akan terjadi dengan tukang kebun
๐ทTidak beberapa lama datanglah pekerja miskin itu sambil
mengibas-ngibaskan kotoran dari pakaiannya. Dia menuju tempat sepatunya ia tinggalkan sebelum bekerja.
Ketika ia mulai memasukkan kakinya ke dalam sepatu, ia
menjadi terperanjat, karena ada sesuatu di dalamnya. Saat ia
keluarkan ternyata…....uang.
Dia memeriksa sepatu yang satunya lagi, ternyata juga berisi
uang.
Dia memandangi uang itu berulang-ulang, seolah-olah ia tidak
percaya dengan penglihatannya.
Setelah ia memutar pandangannya ke segala penjuru ia tidak
melihat seorangpun.
Selanjutnya ia memasukkan uang itu ke dalam sakunya, lalu ia berlutut sambil melihat ke langit dan menangis. Dia berteriak
dengan suara tinggi, seolah-olah ia bicara kepada Allah ar rozzaq :
๐ธ“Aku bersyukur kepada-Mu wahai Robbku. Wahai Yang Maha
Tahu bahwa istriku lagi sakit dan anak-anakku lagi kelaparan.
Mereka belum mendapatkan makanan hari ini. Engkau telah
menyelamatkanku, anak-anak dan istriku dari celaka”.
๐ญDia terus menangis dalam waktu cukup lama sambil memandangi
langit sebagai ungkapan rasa syukurnya atas karunia dari
Allah Yang Maha Pemurah.
๐ฆSang murid sangat terharu dengan pemandangan yang ia lihat di balik persembunyiannya. Air matanya meleleh tanpa dapat ia bendung.
๐ณKetika itu Syekh yang bijak tersebut memasukkan pelajaran
kepada muridnya :
“Bukankah sekarang kamu merasakan kebahagiaan yang lebih
dari pada kamu melakukan usulan pertama dengan
menyembunyikan sepatu tukang kebun miskin itu?”
๐ฆSang murid menjawab:
“Aku sudah mendapatkan pelajaran yang tidak akan mungkin aku lupakan seumur hidupku. Sekarang aku baru paham makna
kalimat yang dulu belum aku pahami sepanjang hidupku:
๐น“Ketika kamu memberi kamu akan mendapatkan kebahagiaan yang lebih banyak dari pada kamu mengambil”.
Sang guru melanjutkan pelajarannya.
๐Dan sekarang ketahuilah bahwa pemberian itu bermacam-macam :
๐น Memaafkan kesalahan orang di saat mampu melakukan balas dendam adalah suatu pemberian.
๐น Mendo’akan temanmu di belakangnya (tanpa
sepengatahuannya) itu adalah suatu pemberian.
๐น Berusaha berbaik sangka dan menghilangkan prasangka buruk darinya juga suatu pemberian.
๐น Menahan diri dari membicarakan aib saudaramu di
belakangnya adalah pemberian lagi.
๐Ini semua adalah pemberian, supaya kesempatan memberi tidak dimonopoli oleh orang-orang kaya saja.
Jadikanlah semua ini pelajaran...!
๐ฟ๐ฟ๐ฟ๐ฟ
๐ซSemoga bermanfa'at..
๐ด
"Menyampaikan Dengan Hati"
๐๐ฑ๐๐ฑ๐๐ฑ๐๐ฑ๐๐ฑ๐๐ฑ๐๐ฑ๐๐ฑ๐๐ฑ๐๐ฑ
Friday, January 9, 2015
Pesan Si Penjual Pulpen Kepada Si Faqir
Nasihat
Dari Sudut Kota Kairo
Pesan si Penjual Pulpen kepada si Faqir
“BERAPA keuntungan yang Bapak hasilkan dari jualan pulpen ini, Pak?” tanya si Faqir.
Dengan senyum dari bibirnya yang kering dia balik bertanya, “Berapa ayat al-qur’an dan hadist rasul-Nya yang kauhafal serta apa hasil yang kaudapatkan, Nak?”
Tiba-tiba si Faqir tertunduk dan terdiam..
Si penjual pulpen mengangkat kepalanya serempak dengan si Faqir, empat mata bertemu dan pembicaraan berubah menjadi lebih serius.
“Bapak kenapa harus bekerja keras seperti ini? Berada di bawah terik yang panas dan di pinggir jalan yang banyak debu, apakah tidak ada pekerjaan lain yang bisa Bapak lakukan agar dahaga tidak terlalu kuat mengikat leher Bapak?”
Senyum si penjual pulpen terlihat lagi seraya menyampaikan pesan. Pesan yang sangat amat “PENTING” sekali.
“Nak, tahukah kamu bahwa sesungguhnya Allah adalah ‘SUTRADARA TERBAIK’ dalam kehidupan ini? Tidakkah kamu sadari pertemuan kita ini salah satu alur dari cerita yang Dia atur? Aku sangat bahagia nak, sama sekali tidak ada kesedihan yang menyelimuti hari-hariku, bersyukur dengan apa yang ada padaku, gembira dalam pekerjaanku, aku selalu memulai hari dengan nama Allah, lihatlah aku duduk tanpa sandaran, aku menyandarkan segala urusanku kepada nama yang ku ucapkan setiap memulai hari-hariku.”
“Saya juga heran kenapa bapak selalu senyum,” tutur si Faqir.
“Lihatlah sekelilingmu, Nak, berapa banyak manusia yang memiliki wajah tapi enggan untuk mengikuti ajakan Rasul, padahal hanya sebuah senyuman. Senyum memperkaya kebahagiaan tanpa mengurangi sedikitpun apa yang kita miliki, Nak.”
Karena ekstremnya panas di siang itu, baju si Faqir mulai basah dengan dahi mengerut.
Si Faqir mengulangi pertanyaan yang sama seperti diawal pertemuannya.
“Kenapa harus berjualan pulpen, Pak?”
“Saya tidak bisa mengajar nak, saya tidak kuliah, tidak bisa mempengaruhi orang dengan gaya seperti ini. Karena saya sadar kekuarangan itu, saya punya inisiatif seperti ini, biarlah pulpen-pulpen ini menjadi alat untuk para pecinta ilmu, saya berharap pulpen ini bisa meluaskan ayat-ayat Allah dan pesan-pesan Rasul-Nya.”
“Saya beli pulpennya, Pak”, sahut si Faqir.
“Ambillah, Nak,” sahutnya dan kembali bicara. “Sederhana saja nak, JIKA KAMU TIDAK BISA MENJADI BUAH SEPERTI YANG BANYAK ORANG SUKAI, MAKA JADILAH AKAR YANG SELALU MENCARI AIR DAN MENCAKAR TANAH AGAR BUAH YANG ORANG INGINKAN SELALU ADA DAN BISA DINIKMATI.”
Wednesday, January 7, 2015
Banyak Tampak Berat, Sedikit Jadi Ringan!
Kisah dialog pembuat jam dan jam
Alkisah, seorang pembuat jam tangan tengah berkata kepada jam yang sedang dibuatnya. “Wahai jam, apakah kamu sanggup untuk berdetak paling tidak 31,104,000 kali selama setahun?”
“Ha?,” kata jam terperanjat, “Sebanyak itu? Mana sanggup saya?”
“Bagaimana kalau 86,400 kali dalam sehari?” tanya si tukang jam.
“Delapan puluh enam ribu empat ratus kali? Dengan jarum yang ramping-ramping seperti ini?” jawab jam penuh keraguan.
Ya sudah, “Bagaimana kalau 3,600 kali dalam satu jam?”
“Dalam satu jam harus berdetak 3,600 kali? Banyak sekali itu !”. Tetap saja jam ragu-ragu dengan kemampuan dirinya.
Tukang jam itu dengan penuh kesabaran kemudian bicara kepada si jam.
Kalau begitu, “Sanggupkah kamu berdetak satu kali setiap detik?”
“Satu kali dalam satu detik? Ah..kalau ini mah ringan. Kalau begitu, aku sanggup!” kata jam dengan penuh antusias.
Si tukang jam pun tersenyum dan segera merampungkan jam tersebut. Maka, setelah selesai dibuat jam itu pun berdetak satu kali dalam setiap detiknya. Tanpa terasa, detik demi detik terus berlalu dan jam itu sungguh luar biasa karena ternyata selama satu tahun penuh (Hijriyah) dia telah berdetak tanpa henti. Dan itu berarti ia telah berdetak sebanyak 31,104,000 kali !
Renungan :
Ada kalanya kita ragu-ragu dengan segala tugas pekerjaan yang begitu terasa berat. Namun sebenarnya kalau kita sudah menjalankannya, kita ternyata mampu. Bahkan yang semula kita anggap mustahil untuk dilakukan sekalipun.
Siapa Makhluk Allah SWT Yang Paling Beriman?
๐ Siapakah Makhluk Allah Yang Paling Beriman?? ๐
“Wahai manusia, siapakah makhluk Allah yang imannya paling menakjubkan (man a’jabul khalqi imanan)?” Demikian pertanyaan Nabi Muhammad Saw kepada sahabatnya di suatu pagi.
Para sahabat langsung menjawab, “Malaikat!”. Nabi menukas, “Bagaimana para malaikat tidak beriman sedangkan mereka pelaksana perintah Allah?”
Sahabat menjawab lagi, “kalau begitu, para Nabi-lah yang imannya paling menakjubkan! ” “Bagaimana para Nabi tidak beriman, padahal wahyu turun kepada mereka,” sahut Nabi.
Untuk ketiga kalinya, sahabat mencoba memberikan jawaban, “kalau begitu, sahabat-sahabatmu ya Rasul.” Nabi pun menolak jawaban itu dengan berkata, “Bagaimana sahabat-sahabatku tidak beriman, sedangkan mereka menyaksikan apa yang mereka saksikan.”
Rasul yang mulia meneruskan kalimatnya, “Orang yang imannya paling menakjubkan adalah kaum yang datang sesudah kalian. Mereka beriman kepadaku, walaupun mereka tidak melihatku. Mereka benarkan aku tanpa pernah melihatku. Mereka temukan tulisan dan beriman kepadaku. Mereka amalkan apa yang ada dalam tulisan itu. Mereka bela aku seperti kalian membela aku. Alangkah inginnya aku berjumpa dengan ikhwanku itu!”
Kita bukanlah sahabat Nabi yang menyaksikan secara langsung betapa mulianya akhlak junjungan kita itu; kita juga bukan malaikat yang tidak memiliki hawa nafsu; kita juga bukan waliyullah yang telah merasakan manisnya kasih sayang Allah. Kita adalah manusia biasa yang penuh dengan kelemahan.
Dalam kelemahan itulah kita masih beriman kepada Allah. Dalam ketidakhebatan kita itulah kita selalu berusaha mendekati Allah. Di tengah kesibukan dan beban ekonomi yang semakin meningkat, kita tetap keluarkan zakat dan sedekah. Tak sedikitpun kita akan gadaikan iman kita.
Di tengah dunia yang semakin kompetitif, kita masih sempatkan untuk shalat. Di tengah godaan duniawi yang luar biasa, kita tahan nafsu kita di bulan Ramadhan. Di tengah kumpulan manusia yang putus asa dengan krisis moneter ini, kita masih bisa mensyukuri sejumput ni’mat yang diberikan Allah.
Nabi Muhammad menghibur kita, “Berbahagialah orang yang melihatku dan beriman kepadaku,” Nabi ucapkan kalimat ini satu kali.
“Berbahagialah orang yang beriman kepadaku padahal tidak pernah melihatku.” Nabi ucapkan kalimat terakhir ini tujuh kali.
Shallallahu ala Muhammad....
๐ญ๐ญ๐ญ๐ญ
Subscribe to:
Comments (Atom)